Minggu, 01 Maret 2015

BUDAYA SUMBAWA : PASAJI PONAN , SESEDEKAHAN UNTUK PANEN (FESTIVAL BUDAYA- PASAJI PONAN)

Indonesia, Negara yang terdiri dari pulau-pulau yang membentang dengan beribu ragam budaya yang berbeda-beda. Budaya selalu menjadi ciri khas dari suatu daerah.dan kadang melalui kegiatan adata banyak pembelajaran yang bisa di berikan kepada orang lain, baik itu generasi muda, pengunjung dan masyarakat sekitar.  Seperti Kirap Kereta Kencana dan Pusaka-pusaka di Yogyakarta, Kegiatan Ngaro di suku Tengger Gunung Bromo, dan juga masih banyak yang lainnya. Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat juga memiliki kegiatan adat yang sama halnya ternilai sacral bagi penganutnya. Pasaji Ponan,  atau sedekah ponan yang merupakan perayaaan rasa syukur masyarakat karena telah berhasil melakukan penanaman padinya tanpa halang rintangan dan berharap agar panen mereka akan berlangsung lancar pula. Kegiatan yang berlangsung secara rutin setiap tahunnya ini telah dilakukan sejak berabat-abad lalu dan diwariskan dari generasi kegenerasi.
Mayarakat pelaksana kegiatan dari Pasaji Ponan,  atau sedekah ponan adalah masyarakat Desa Bekat, Desa Malili dan Desa Poto. Sebagian  besar pekerjaan dari ketiga masyarakat desa tersebut adalah sebagai petani. Sehingga tidak dipungkiri lagi bahwa Desa Bekat, Malili dan Poto kecamata Moyo Hilir merupakan lumbung padi bagi wilayah Kabupten Sumbawa dengan luas persawahan dan tegalan sekitar  ± 10.000 hektar.
Pengunjung Pasaji Ponan - by. Wahyu Arief

Kegiatan Pasaji Ponan,  atau sedekah ponan berlangsung selama 2 hari. Biasanya bisa di tandai dengan mulai munculnya kuncup pada padi-padi yang masyarakat tanam. Biasanya pada pertengahan Februari-Maret. Malam harinya yakni pagelaran seni tradisional yang diadakan di lapangan desa Poto.

(sesedekahan yang masih tertutup tudung saji.)

Hari Pasaji Ponan,  atau sedekah ponan berlangsung pada keesokan harinya. Pra-acara yakni pembacaan surat Al-Quran sembari menunggu masyarakat serta pengunjung hadir. Tempat diadakannya Pasaji Ponan ini adalah disebuah makam di tengah persawahan,p dimana masyarakat yang membawa makanan-makanan yang untuk disedekahkan harus berjalan kaki sejauh kira-kira 3 kilometer. Anehnya, pengunjung dari tahun ketahun semakin bertambah, pada tahun 2015  pengunjung Pasaji ponan diperkirakan sekitar 10.000 jiwa. Rasanya musatahil untuk menempatkan orang sekitar 10.000 an tersebut pada sebidang tanah makam dengan ukuran yang tidak begitu besar. Mungkin hal ini luput dari perhatian orang-orang, namun sungguh mistis, ketika semua pengunjung tiba, tidak sekalipun ditemui kepadatan atau kesesakan dari sebidang tanah makam itu. Hal tersebut masih menjadi sebuah misteri.
Makanan yang akan disedekahkan masyarakat ketiga desa itu pada acara Pasaji Ponan merupakan makanan tradisional yang terbuat dari bahan baku beras.

sesedekahan yang telah dibuka tudung sajinya
Namun ada pula yang menyajikan buah berupa pisang yang merupakan hasil dari sawah mereka pula. 
Menurut tuturan warga pelaksana Pasaji Ponan, tidak boleh adanya goreng-gorengan dalam sajian sedekah ponan, dikarenakan akan murkanya para leluhur.

Setelah masyarakat lokal dan pengunjung hadir, acara dimulai dengan pembacaan Tahlil yang merupakan inti dari kegiatan Pasaji Ponan ini. Karena inti dari kegiatan ini adalah berdoa, maka pengunjung juga dianjurkan untuk turut mengikuti atau menghormati orang-orang yang sedang berdoa.

(acara tahlilan)

Acara ditutup dengan disajikannya makanan-makanan sedekahan dari masyarakat untuk pengunjung. Uniknya lagi disini, masyarakat saling berebut untuk mendapatkan makanan sesedekahan itu. Makanan tersebut ditempatkan di tengah-tengah kumpulan orang-orang dan pengunjung, dan ketika dibuka penutup saji nya, maka masyarakat dan pengunjung akan berebutan untuk mengambil makanan tersebut. Tentunya saya tidak melewatkan momen yang mengasikan ini. Saya pun ikut berbaur dengan masyarakat lainnya untuk berebut makanan.

(acara berebut makanan sesedekahan )

Ketika acara usai masyarakat dan pengunjung mulai meninggalkan area pemakanam, fenomena ini tidak luput dari pandangan saya, pengunjung yang jumlahnya ribuan tersebut kini kembali nampak ketika melewati jalan setapak di pematang sawah. Bagaikan ular naga yang panjang sekali, rentetan pengunjung yang pulang tersebut seolah tidak putus.

(Deretan pengunjung usai acara)
Tanda Tanya besar dalam benak saya, kemana orang-orang itu tadi, kok rasanya tidak mungkin mereka disini semua. Itulah keunikan dari Pasaji Ponan.

Sejarah Pasaji Ponan.

Mulanya, Pasaji Ponan atau sedekah ponan di lakukan oleh masyarakat Desa mekat, Desa Malili, dan Desa Poto untuk menghormati dan memohon perlindungan kepada leluhur mereka. Terbukti dari dilaksanakannya kegiatan Pasaji Ponan,  atau sedekah ponan ini di sebuah makam keramat yang dikenal dengan nama Makan H. Batu. Makam H. Batu merupakan salah satu leluhur masyarakat ketiga desa tersebut. Namun ada beberapa makam lain pula yang terdapat disekitar makam H.Batu yang dilansir juga merupakan luhur dari ketiga desa itu. Tempat makam tersebut berada di Pemakaman Ponan desa Poto Kecamatan Moyo Hilir. Sehingga kegiatan persembahan dan sedekah masyarakat ini diadakan di pemakaman tersebut.
Memasuki dunia modern dengan adanya kepercayaan terhadap Agama yang kental di daerah tersebut yakni Agama Islam, Unsur dari Kesakralan Kegiatan Pasaji Ponan,  atau sedekah ponan itu mulai meluntur akibat adanya Pro dan Kontra dari masyarakat sekitar.

Pro dan Kontra Pasaji Ponan

Sebagian masyarakat mulai menganggap bahwa kegiatan Pasaji Ponan,  atau sedekah ponan itu merupakan kegiatan musrik dikarenakan masyarakat dituntun untuk berdoa dan memohon perlindungan kepada sebuah makam yang dianggap keramat. Menurut ajaran Agama Islam yang mayoritas dianut oleh masyarakt ketiga desa tersebut, penyembahan hal yang selain Allah SWT itu adalah kegiatan musrik.
Adapula masyarakat yang beranggapan bahwa menurut Kegiatan Pasaji Ponan,  atau sedekah ponan ini haruss dilakukan demi kelancaran panen mereka kelak. Menurut pengakuan pemuda setempat ,sejarahnya ketika pernah ditiadakan kegiatan pasaji Ponan ini dengan awal mula Pro dan Kontra itu ada, terjadi kegagalan panen yang membuat Masyarakat ketiga desa itu merugi. Sehingga sebagian orang-orang tersebut beranggapan bahwa kegagalan panen yang terjadi para leluhur telah murka dan ada pula mereka yang beranggapan bahwa tanah yang amat subur di desa Mekat, Malili dan Poto ini merupakan tanah sumpah dari leluhur.

DINAS PARIWISATA Sebagai Jembatan

Memalui kedua pendapat kubu masyarakat yang pro dan kontra tentang penyelenggaraan kegiatan Pasaji Ponan,  atau sedekah ponan ini, dinas pariwisata Kabupaten Sumbawa akhirnya turut serta dalam menjempatani antar keduanya. Pertama dengan dianggapnya kegiatan Pasaji Ponan   ini sebagai kegiatan festival budaya yang sangat berperan dalam pengembangan pariwisata budaya di Kabupaten Sumbawa.  Sehingga anggapan bahwa tujuan dari kegiatan ini sebagai penghormatan kepada leluhur sedikit luntur dan beralih menjadi kegiatan semacam pesta rakyat dengan unsure kebudayaan yang kuat.

tanda cagar budaya Makam H.Batu
Kedua, dengan di angkatnya Makam H. Batu di Pemakaman Ponan sebagai salah satu benda cagar budaya yang merupakan benda peninggalan purbakala yang harus dilindungi.

Ketiga, dibumbuinya kegiatan Pasaji Ponan dengan hiburan pagelaran seni yang di adakan oleh Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata. Dengan demikian pekara pro dan kontra mengenai Pasaji Ponan dapat diredam dengan anggapan bahawa kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang positif untuk melesatarikan budaya dan pengembangan pariwisata lokal. 



Berikut Beberapa Foto Mengenai Pasaji Ponan 2015 


Selesai acara - rentetan pengunjung di pematang sawah.


(sesedekahan yang sudah dibuka tudung sajinya)
Makam H.Batu 

Penduduk membawa sesedekahan.

acara berebut makanan sesedekahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar