Mayarakat pelaksana
kegiatan dari Pasaji Ponan, atau
sedekah ponan adalah masyarakat Desa Bekat, Desa Malili dan Desa Poto.
Sebagian besar pekerjaan dari ketiga
masyarakat desa tersebut adalah sebagai petani. Sehingga tidak dipungkiri lagi bahwa
Desa Bekat, Malili dan Poto kecamata Moyo Hilir merupakan lumbung padi bagi
wilayah Kabupten Sumbawa dengan luas persawahan dan tegalan sekitar ± 10.000 hektar.
Pengunjung Pasaji Ponan - by. Wahyu Arief |
Kegiatan Pasaji
Ponan, atau sedekah ponan
berlangsung selama 2 hari. Biasanya bisa di tandai dengan mulai munculnya
kuncup pada padi-padi yang masyarakat tanam. Biasanya pada pertengahan Februari-Maret. Malam harinya yakni pagelaran seni
tradisional yang diadakan di lapangan desa Poto.
Makanan yang akan
disedekahkan masyarakat ketiga desa itu pada acara Pasaji Ponan merupakan
makanan tradisional yang terbuat dari bahan baku beras.
sesedekahan yang telah dibuka tudung sajinya |
Namun ada pula yang
menyajikan buah berupa pisang yang merupakan hasil dari sawah mereka pula.
Menurut tuturan warga pelaksana Pasaji Ponan, tidak boleh adanya
goreng-gorengan dalam sajian sedekah ponan, dikarenakan akan murkanya para leluhur.
(acara tahlilan) |
Acara ditutup dengan
disajikannya makanan-makanan sedekahan dari masyarakat untuk pengunjung.
Uniknya lagi disini, masyarakat saling berebut untuk mendapatkan makanan
sesedekahan itu. Makanan tersebut ditempatkan di tengah-tengah kumpulan
orang-orang dan pengunjung, dan ketika dibuka penutup saji nya, maka masyarakat
dan pengunjung akan berebutan untuk mengambil makanan tersebut. Tentunya saya
tidak melewatkan momen yang mengasikan ini. Saya pun ikut berbaur dengan
masyarakat lainnya untuk berebut makanan.
(acara berebut makanan sesedekahan ) |
Ketika acara usai
masyarakat dan pengunjung mulai meninggalkan area pemakanam, fenomena ini tidak
luput dari pandangan saya, pengunjung yang jumlahnya ribuan tersebut kini
kembali nampak ketika melewati jalan setapak di pematang sawah. Bagaikan ular
naga yang panjang sekali, rentetan pengunjung yang pulang tersebut seolah tidak
putus.
Tanda Tanya besar dalam benak saya, kemana orang-orang itu tadi, kok
rasanya tidak mungkin mereka disini semua. Itulah keunikan dari Pasaji Ponan.
(Deretan pengunjung usai acara) |
Sejarah
Pasaji Ponan.
Mulanya, Pasaji
Ponan atau sedekah ponan di lakukan oleh masyarakat Desa mekat, Desa
Malili, dan Desa Poto untuk menghormati dan memohon perlindungan kepada leluhur
mereka. Terbukti dari dilaksanakannya kegiatan Pasaji Ponan, atau sedekah ponan ini di sebuah makam keramat
yang dikenal dengan nama Makan H. Batu. Makam H. Batu merupakan salah satu
leluhur masyarakat ketiga desa tersebut. Namun ada beberapa makam lain pula
yang terdapat disekitar makam H.Batu yang dilansir juga merupakan luhur dari
ketiga desa itu. Tempat makam tersebut berada di Pemakaman Ponan desa Poto
Kecamatan Moyo Hilir. Sehingga kegiatan persembahan dan sedekah masyarakat ini
diadakan di pemakaman tersebut.
Memasuki dunia modern
dengan adanya kepercayaan terhadap Agama yang kental di daerah tersebut yakni
Agama Islam, Unsur dari Kesakralan Kegiatan Pasaji Ponan, atau sedekah ponan itu mulai meluntur akibat
adanya Pro dan Kontra dari masyarakat sekitar.
Pro
dan Kontra Pasaji Ponan
Sebagian masyarakat
mulai menganggap bahwa kegiatan Pasaji Ponan, atau sedekah ponan itu merupakan kegiatan musrik dikarenakan masyarakat dituntun
untuk berdoa dan memohon perlindungan kepada sebuah makam yang dianggap
keramat. Menurut ajaran Agama Islam yang mayoritas dianut oleh masyarakt ketiga
desa tersebut, penyembahan hal yang selain Allah SWT itu adalah kegiatan musrik.
Adapula masyarakat yang
beranggapan bahwa menurut Kegiatan Pasaji Ponan, atau sedekah ponan ini haruss dilakukan demi
kelancaran panen mereka kelak. Menurut pengakuan pemuda setempat ,sejarahnya
ketika pernah ditiadakan kegiatan pasaji Ponan ini dengan awal mula Pro dan Kontra
itu ada, terjadi kegagalan panen yang membuat Masyarakat ketiga desa itu
merugi. Sehingga sebagian orang-orang tersebut beranggapan bahwa kegagalan
panen yang terjadi para leluhur telah murka dan ada pula mereka yang
beranggapan bahwa tanah yang amat subur di desa Mekat, Malili dan Poto ini
merupakan tanah sumpah dari leluhur.
DINAS
PARIWISATA Sebagai Jembatan
Memalui kedua pendapat
kubu masyarakat yang pro dan kontra tentang penyelenggaraan kegiatan Pasaji
Ponan, atau sedekah ponan ini,
dinas pariwisata Kabupaten Sumbawa akhirnya turut serta dalam menjempatani
antar keduanya. Pertama dengan dianggapnya kegiatan Pasaji Ponan ini
sebagai kegiatan festival budaya yang sangat berperan dalam pengembangan
pariwisata budaya di Kabupaten Sumbawa.
Sehingga anggapan bahwa tujuan dari kegiatan ini sebagai penghormatan
kepada leluhur sedikit luntur dan beralih menjadi kegiatan semacam pesta rakyat
dengan unsure kebudayaan yang kuat.
tanda cagar budaya Makam H.Batu |
Ketiga,
dibumbuinya kegiatan Pasaji Ponan dengan hiburan pagelaran seni yang di adakan
oleh Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata. Dengan demikian pekara pro dan kontra mengenai
Pasaji Ponan dapat diredam dengan anggapan bahawa kegiatan tersebut merupakan
kegiatan yang positif untuk melesatarikan budaya dan pengembangan pariwisata
lokal.
Berikut Beberapa Foto Mengenai Pasaji Ponan 2015
Selesai acara - rentetan pengunjung di pematang sawah. |
(sesedekahan yang sudah dibuka tudung sajinya) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar