Jumat, 16 Januari 2015

Opini : "Pertelevisian : ‘Nyawa’ Kami di Tangan Negara (TVRI) "


Oleh : Novian Dede Prakoso

Dunia kejurnalistikan merupakan pilar informasi masyarakat yang dapat membuat sebuah evolusi, bahkan revolusi dalam suatu Negara dapat mengendalikan arus pemikiran humani Negara tersebut. Dunia media massa merupakan potret kondisi politik suatu Negara. Video jurnalistik atau lebih disebut dengan televise merupakan teknologi pengembangan dari media jurnalistik cetak yang menyajikan informasi melalui audio visual kepada khalayak.
 Pada hakikatnya, hajat hidup pertelevisian dipengaruhi oleh banyak tidaknya advertaising atau periklanan yang masuk.  Namun tidak semua dari televise di Indonesia menggantungkan hidupnya pada periklanan. Ada salah satu stasiun televise yang tidak sepenuhnya dapat disebut sebagai televise komersil, yakni Televisi Republik Indonesia (TVRI). TVRI menjadi akses utama pemerintahan dalam menyampaikan kebijakannya sehingga TVRI dikenal pula dengan julukan televise nasional.
Televise hasil bentukan Presiden pertama Indonesia, bapak Ir. Soekarno pada tahun 1962 ini, 85% mendapatkan dana oprasionalnya dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sedangkan 15 % lainnya didapatkan dari komersial advertaising atau periklanan (non APBN). Ketergantungan TV nasional pada dana APBN ini mengakibatkan tidak adanya pengendalian secara internal dalam instansi pertelevisian ini, sebab pemegang kendali utama didalamnya ialah politik Negara itu sendiri. Bahkan untuk menetralisir unsur kepolitikan dalam pemerintah TVRI terpaksa harus mengesampingkan unsur dan aturan jurnalistik baku.
Keterbatasan dana APBN serta kebijakan terbatasinya system komersial berupa iklan mengakibatkan tebatasnya pula kendali pengembangan perusahaan baik secara jangakauan, maupun keberagaman program tayangan. Padahal, dalam penayangannya, TVRI lebih condong untuk mengeksplorasi jati diri kebudayaan Indonesia yang mendidik. Kesadaran yang minim dari stasiun televise lain atau televise swasta yang lebih mengarah pada penayangan hiburan modern dan periklanan komersial seakan ingin melepaskan citra kulturalis dalam balutan busana Indonesia.
Dari realitas miris pertelevisian swasta Indonesia, menampakan adanya kepentingan komersial belaka sehingga mengurangi aspek kualitas dari programnya. Jika dilihat dari tujuan utama media massa yaitu menyampaikan informasi yang mendidik, TVRI lah satu-satunya televise yang tetap mempertahankan program tanyangan tentang kebudayaan Indonesia yang bertujuan untuk mencerdaskan bangsa dan membangun kesadaran rasa nasionalisme. Namun, dengan tujuan yang terhormat, TVRI justru tidak mendapatkan dukungan yang pantas dari pemerintah. Terbukti dari adanya pemotongan dana APBN untuk TVRI sehingga mengakibatkan goyahnya satasiun televise nasional tersebut. Padahal, untuk mensosialisasikan rasa kepemilikan akan budaya Indonesia melalui tayangan audio visual sendiri, haruslah mendapatkan dukungan yang besar berupa financial dan moril dari pemerintah pusat.
Seolah berkeluh kesah kepada generasi penerus bangsa yaitu mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Teknologi Sumbawa pada hari kamis, 28 Agustus 2014, Ari Purnomo Aji selaku direktur utama TVRI Pusat di daerah Senayan, Jakarta Pusat, dalam diskusi media massa video jurnalistik menyampaikan beberapa kenyataan dan fakta mengenai pertelevisian yang bergerak dibawah kendali pemerintah. “Keterbatasan kami yang disebabkan oleh minimnya dana APBN untuk TVRI, menimbulkan kemerosotan dari kami jika disorot dari segi kuantitas maupun kualitas kami, seperti kurang maksimalnya pemanfaatan teknologi penyiaran, contohnya saja di daerah indonesia sendiri masih terdapat banyak daerah yang tidak bisa jaringan kami menjangkaunya, padahal stasiun televise swasta sudah lama masuk di sana.” Ujar beliau pada diskusi tersebut.
Kemunduran kualitas sumber daya manusia (SDM) tentu saja tidak dapat dihindari oleh seluruh karyawan sebab persoalan financial yang memang sensitive dalam sebuah oprasional. Namun secara internal TVRI tetap menuntut keprofesionalan dari karyawannya. Jalan pintas lain untuk mengatasi keterbatasan dari TVRI, yaitu dengan merevisi pola karakteristik pemberitaan yang dibuat semakin mendidik tanpa ada unsur pembodohan masyarakat.
APBN Negara memang sangat menentukan hidup dan mati dari TVRI, namun dengan kesederhanaan dan minimalnya dana  untuk oprasional, TVRI terus berusaha untuk memberikan informasi yang mendidik serta berkualitas dan tetap berpegang teguh pada tujuan utamanya yaitu menanamkan jati diri bangsa Indonesia yang kaya akan suku dan budaya yang harus dijaga oleh setiap warga Negara Indonesia sehingga timbulah rasa memiliki akan budaya itu sendiri. 


visit : UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar